Terbitan

Perilaku AI dan Tantangannya

  • Penerbit KEDAULATAN RAKYAT
  • Tanggal Terbitan 16-05-2025
Perilaku AI dan Tantangannya

Perilaku AI dan Tantangannya

Oleh : Dr. Asyahri Hadi Nasyuha, M.Kom.
Dosen Prodi : Sistem Informasi Universitas Teknologi Digital Indonesia
Bidang Penelitian dan Keminatan Penulis : DSS, Expert System, Data Mining, Artificial Intelligence, IoT

Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence atau AI) saat ini semakin banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari fitur rekomendasi di media sosial, chatbot layanan pelanggan, hingga teknologi mobil tanpa pengemudi. Meskipun AI menawarkan kemudahan dan efisiensi dalam berbagai bidang, pemahaman tentang bagaimana AI "berperilaku" serta tantangan yang muncul darinya menjadi semakin penting untuk diperhatikan.


Secara umum, perilaku AI merujuk pada cara sistem kecerdasan buatan merespons situasi berdasarkan data dan algoritma yang dimilikinya. Berbeda dengan manusia yang memiliki naluri, etika, dan empati dalam mengambil keputusan, AI mengandalkan proses logika berbasis data yang pernah dipelajarinya. Misalnya, ketika kita menonton video tertentu di YouTube, sistem AI akan mempelajari preferensi kita dan mulai merekomendasikan video serupa di kemudian hari. Ini merupakan bentuk perilaku adaptif dari AI yang belajar berdasarkan pola interaksi pengguna.


Namun, perilaku AI ini tidak selalu bisa diprediksi secara mutlak. Salah satu alasannya adalah karena banyak sistem AI, khususnya yang berbasis machine learning dan deep learning, bersifat seperti "kotak hitam". Artinya, kita sulit untuk benar-benar mengetahui alasan atau proses internal mengapa AI mengambil keputusan tertentu. Ini bisa menimbulkan tantangan, terutama dalam konteks yang membutuhkan akuntabilitas, seperti bidang kesehatan, hukum, atau keuangan.


Tantangan utama dari perilaku AI terletak pada isu bias atau keberpihakan. Karena AI belajar dari data historis, ia bisa saja mewarisi bias yang terkandung dalam data tersebut. Contohnya, jika sistem rekrutmen otomatis dilatih dari data lamaran kerja di masa lalu yang cenderung memilih kandidat pria, maka AI bisa saja "mengulang" bias tersebut dan menyulitkan kandidat perempuan untuk lolos seleksi. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku AI tidak netral secara mutlak, AI hanya sebaik data yang digunakan untuk melatihnya.


Selain itu, AI juga menghadapi tantangan etis dan hukum. Salah satu isu besar adalah soal privasi. Banyak sistem AI yang memproses data pengguna secara masif, seperti lokasi, riwayat pencarian, hingga rekaman suara. Jika tidak diatur dengan ketat, penggunaan data ini dapat melanggar hak privasi individu. Peraturan seperti GDPR di Uni Eropa dibuat untuk menanggapi persoalan ini, namun masih banyak negara yang belum memiliki regulasi serupa yang kuat.


Tantangan lainnya adalah mengenai tanggung jawab atau liability. Jika sebuah mobil otonom menabrak pejalan kaki, siapa yang bertanggung jawab? Apakah pembuat perangkat lunaknya, produsen mobilnya, atau pengguna yang berada di dalam kendaraan? Situasi seperti ini menunjukkan bahwa perilaku AI menimbulkan dilema hukum yang belum sepenuhnya terpecahkan.


Tidak hanya itu, AI juga menghadirkan tantangan dari sisi sosial dan ekonomi. Dengan kemampuan otomatisasinya, AI berpotensi menggantikan banyak pekerjaan manusia, terutama yang bersifat rutin. Hal ini dapat menyebabkan pengangguran struktural jika tidak diantisipasi dengan pelatihan ulang tenaga kerja dan kebijakan pemerintah yang adaptif. Sebuah studi oleh McKinsey menyebutkan bahwa hingga 2030, sekitar 15% pekerjaan global berisiko tergantikan oleh otomatisasi berbasis AI.


Terakhir, terdapat juga tantangan terkait transparansi dan kepercayaan publik. Banyak orang masih ragu untuk mempercayai keputusan yang dibuat oleh mesin, apalagi jika hasilnya tidak bisa dijelaskan secara logis. Oleh karena itu, konsep explainable AI mulai dikembangkan, yaitu sistem AI yang tidak hanya cerdas, tetapi juga mampu menjelaskan dasar keputusannya kepada manusia.


Kesimpulannya, meskipun AI telah memberikan banyak manfaat dan kemajuan teknologi, kita tidak boleh mengabaikan tantangan yang menyertainya. Perilaku AI yang berkembang pesat perlu diimbangi dengan pemahaman, regulasi, dan pendekatan etis yang kuat. Membangun AI yang bertanggung jawab, adil, dan transparan bukan hanya tugas teknis, tetapi juga tanggung jawab sosial yang harus melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, pengembang teknologi, akademisi, hingga masyarakat umum.